
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kita untuk taat kepada-Nya dan rasul-Nya
Muhammad . Dia telah menjadikan hak-hak untuk diri-Nya yang tidak ada seorang pun yang menyamai hak-hak tersebut, tidak para malaikat tidak pula para rasul. Demikian pula Allah telah menjadikan bagi nabi hak-hak yang agung yang tidak bisa disamai oleh seorang makhluk pun. Di antara hak yang wajib kita tunaikan kepada Nabi adalah mencintai, mengagungkan, mengikuti, dan lain-lain dari hak-hak yang agung sebagaimana akan datang penjelasannya. Allahul Muuwaffiq.
ADAB BERSAMA NABI
Nabi kita Muhammad adalah salah seorang pembawa risalah Allah. Karena statusnya sebagai seorang utusan allah, maka ada beberapa adab yang mesti kita perhatikan, di antaranya:
1.Mengagungkan dan Menghormati Nabi
Termasuk adab kepada Nabi adalah menghormati dan mengagungkannya, Allah berfirman:
Artinya : “Supaya engkau sekalian beriman kepada Allah dan rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, mengagungkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Fath (48): 9).
Penghormatan kepada baliau semasa hidupnya adalah dengan mengaungkan sunnahnya dan juga pribadinya. Adapun setelah beliau wafat ialah dengan cara mengamalkan dan menjaga sunnahnya. Sungguh para sahabat radhialllahu’anhu telah memberi contoh kepada kita bagaimana seharusnya mengagungkan Nabi .
Simaklah penuturan Urwah bin Mas’ud ketika dia diutus oleh orang-orang Quraisy untuk berunding dengan Nabi pada perjanjian Hudaibiyyah, dia berkata di hadapan para pembesar Quraisy: “Aku sudah pernah menemui raja Kisra, Kaisar dan Najasyi, akan tetapi belum pernah aku melihat para pengikut mereka mengangungkan rajanya seperti pengagungan para sahabat Muhammad kepada Muhammad. Apabila dia (Muhammad) memerintahkan sesuatu, mereka akan bersegera melaksanakannya. Apabila dia berwudhu, mereka saling berebut untuk mendapatkan sisa wudhunya. Apabila dia berbicara, mereka semua merendahkan suara di sisinya dan mereka tidaklah menajamkan pandangan kepadanya karena mengagungkan beliau.” (HR. Bukhori: 2731)
Demikianlah seharusnya pengagungan terhadap beliau, tidak berlebihan dan tidak pula merendahkan. Beliau adalah seorang manusia yang telah Allah muliakan dengan risalah, maka tidak boleh dihina. Demikian pula beliau hanya seorang hamba, tidak boleh diangkat derajatnya sampai tingkat uluhiyyah (penyembahan), pahamilah!
2.Membenarkan Berita yang beliau Bawa
Termasuk pokok keimanan adalah mengimani kema’shuman (keterpeliharaan) Nabi dari kedustaan. Membenarkan setiap berita yang beliau kabarkan, baik dalam perkara yang telah lampau, masa kini, atau masa yang akan datang, Allah berfirman:
Artinya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. An-Najm (53): 3-4)
Imam Ibnul Qoyyim radhiallahu’anhu berkata: “Inti adab kepada Nabi adalah berserah diri dengan sempurna, melaksanakan perintah dan menerima kabarnya dengan sepenuh hati, tanpa mempertentangkan dengan khayalan yang batil yang dikira masuk akal, atau dengan syubhat dan keraguan, atau mendahulukan pendapat orang lain atau dengan kerancuan akal mereka.” (Madarijus Salikin 2/439)
Karena hujjah yang wajib diikuti oleh seluruh makhluk adalah perkataan al-Ma’shum (yakni Nabi , red) yang tidak berucap dengan hawa nafsu. Adapun perkataan orang lain yang paling banter adalah diikuti, bukan wajib diikuti!! Lebih-lebih apabila perkataannya digunakan untuk menentang nash-nash atau lebih didahulukan (maka lebih utama untuk tidak diikuti, pen). Kita berlindung kepada Allah darikehinaan. (Lihat ar-Risalah at-Tabukiyyah hal. 41)
Ambil contoh hadits yang berbunyi:
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bersabda: “Apabila lalat jatuh di bejana seseorang di antara kalian maka celupkanlah lalu buanglah lalat tersebut, karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap lainnya terdapat obat penawarnya.” (HR. Bukhori: 3320, Ahmad 2/229, Abu Dawud: 3844, Ibnu majah: 3505, ad-Darimi: 2045 Ibnu Khuzaimah dalam shohih-nya: 105)
Ini adalah kabar dari Rasulullah dalam perkara ghoib yang beliau tidak berbicara dengan hawa nafsu, maka kabar seperti ini wajib kita terima dengan husnul khuluq, yaitu dengan menerima dan melaksanakan tanpa keraguan, kita yakini dengan ilmu yakin bahwa sabda beliau benar, Allah berfirman:
Artinya : “Maka Allah adalah Rabbmu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan?” (QS. Yunus (10): 32). (Lihat Makarimul Akhlaq hal. 14 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin).
Semoga Allah merohmati Imam Ibnul Qoyyim, beliau berkata: “Termasuk adab kepada Nabi , bahwa perkataan beliau tidak boleh dipermasalahkan, bahkan seharusnya pedapat-pendapat itulah yang harus dipermasalahkan dan ditimbang dengan perkataan beliau. Tidak boleh pula nash beliau ditentang dengan kias (analogi), bahkan kias itulah yang dibuang karena sudah ada nash. Tidak pula perkataannya diselewengkan dari makna yang hakiki hanya berdasarkan khayalan yang dikira masuk akal, tidak boleh pula berdiam diri untuk menerima apa yang beliau bawa karena mengikuti karena mengikuti pendapat orang, semua ini adalah bentuk kurang adab kepada beliau.” (Mudarijus Salikin 2/441)
3.Ittiba’ dan Mengambil Petunjuk Beliau
Asal dari perkataan dan perbuatan Nabi adalah untuk ditiru dan dicontoh, Allah berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS. Al-Ahzab (33): 21)
Ayat ini adalah asas dalam meneladani Rasulullah dalam perkataannya, perbuatannya, dan seluruh keadaan Rasulullah . (Lihat Tafsir Al-Qur’an al-Azhim 6/391)
Imam asy-Syafi’i Radhiallahu’anhu berkata: “Apabila sesuatu itu telah tetap dari Rasulullah , maka wajib bagi semua orang yang mengetahuinya untuk ittiba’ kepada beliau, karena Allah tidaklah membolehkan bagi seseorang untuk menyelisihi perintahnya.” (ar-Risalah hal.330-tahqiq Ahmad Muhammad Syakir-)
Sebagai contoh dalam masalah sholat, selayaknya bagi setiap muslim untuk mempelajari begaimana sifat sholat Nabi , memperbagusi dan berusaha agar sholatnya benar sesuai tuntunan. Rasulullah bersabda:
Artinya : “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhori: 631)
Demikianlah perkaran-perkara ibadah lainnya, hendaklah kita meniru dan ittiba’ kepada beliau, karena itulah jalan keselamatan dan kebahagiaan.
4.Taat Dengan Melaksanakan Perintah dan Meninggalkan Larangan
Inilah adab selanjutnya kepada Nabi , taat dengan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan. Imam Ahmad bin Hanbal Radhiallahu’anhu mengatakan: “Aku melihat didalam mushhaf (Al-Qur’an) maka aku dapati perintah taat kepada rasul terdapat pada 33 tempat.” (ash-Shorim al-Maslul hal. 56, lihat ula Majmu Fatawa 19/103)
Karena taat kepada rasul pada hakikatnya merupakan bentuk ketaatan kepada allah juga. Allah berfirman:
Artinya : “Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah....” (QS. an-Nisa’ (4): 80)
Syaikhul Islam Radhiallahu’anhu berkata: “Sungguh ijma’ (kesepakatan) umat ini telah menunjukkan wajibnya taat dan ittiba’ kepada rasul, karena as-Sunnah itu sebagai sumber hukum syar’i setelah sumber yang pertama yaitu Al-Qur’an.” (Majmu’ Fatawa 11/339)
Maka janganlah kita pongah dan sombong dengan mengatakan: “Ini kan hanya sunnah?!” Karena sunnah beliau secara mutlak wajib untuk diikuti dan diamalkan, pahamilah sekali lagi wahai saudaraku!
5.Berhukum Dengan Sunnah Beliau
Perkara ini pun harus kita realisasikan. Hendaklah setiap orang berhukum dengan sunnah beliau , berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya ialah firman Allah:
Artinya : “Demi Rabbmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’ (4): 65)
Maka apabila segala perselisihan yang ada dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah insya Allah akan selesai, dan kehidupan beragama pun menjadi tenteram dan damai. Allah berfirman:
Artinya : “....Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.....” (QS. an-Nisa’ (4): 59)
Kaum salaf dan kholaf telah sepakat bahwa mengembalikan kepada Allah adalah mengembalikan kepada kitab-Nya yaitu Al-Qur’an, dan mengembalikan kepada Rasul adalah mengembalikan ketika masa hidupnya dan mengembalikan kepada sunnahnya setelah wafatnya. (Tafsir Thabari 5/151, Tafsir Qurthubi 5/169, ar-Risalah at-Tabukiyyah hal.47)
Bahkan Allah telah menegaskan pula bahwa termasuk tanda-tanda penyimpangan dan kemunafikan adalah berpaling dan meninggalkan sunnahnya. Renungilah firman Allah berikut ini:
Artinya : “Tidaklah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu tunduk kepada hukum yang telah Allah turunkan dan kepada hukum rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya dari mendekati kami. (QS.an-Nisa’ (4): 60-61)
Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah Radhiallahu’anhu berkata: “Setiap orang yang keluar dari sunnah Rasulullah dan syari’at beliau, maka sungguh Allah telah bersumpah dengan diri-Nya Yang Suci bahwa orang yang tidak beriman hingga dia ridho dengan hukum Rasulullah dalam segala perkara yang mereka perselisihkan, baik dalam masalah agama maupun dunia dan hingga tidak tersisa rasa keberatan dalam hati mereka terhadap hukumnya. Dalil-dalil dalam pokok masalah ini sangat banyak sekali.” (Majmu’ Fatawa 28/471).
Imam Ibnul Qoyyim Radhiallahu’anhu berkata: “Allah menjadikan berpaling dari apa yang dibawa oleh Nabi dan mencari hukum selainnya sebagai bentuk kemunafikan, sebagaimana hakikat keimanan adalah berhukum kepada Nabi , menghilangkan rasa keberatan dalam dada, dan menerima sepenuh hati berdasarkan pilihan dan kecintaan sendiri, inilah hakikat keimanan, dan berpaling dari sunnahnya itulah hakikat kemunafikan.” (Mukhtasor ash-Showa’iq al-Mursalah 2/353)
6.Membela Rasulullah
Sesungguhnya membela Nabi dan menolongnya merupakan tanda terbesar kecintaan dan pengagungan seseorang kepada Nabi . Bacalah ganbaran pembelaan orang-orang Muhajirin terhadap Nabi dalam firman Allah berikut ini:
Artinya : “Juga bagi orang-orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka karena mencari karunia dari Allah dan keridhoan-Nya dan mereka menolong Allah dan rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyhr (59): 8)
Bahkan potret para sahabat Radhiallahu ‘anhu telah memberikan gambaran yang mengagumkan tentang pembelaan mereka terhadap Nabi . Mereka mempertaruhkan harta dan jiwa. Potret mereka terlukis dalam kitab-kitab siroh yang tidak samar bagi orang yang mau membacanya.
Baiklah, untuk membuktikan hal ini kami nukilkan sedikit potret pembelaan sahabat Radhiallahu ‘anhu kepada Nabi :
1)Adalah sahabat yang mulia Abu Tholhah Radhiallahu ‘anhu tatkala perang Uhud beliau menjaga Rasulullah dari hujaman anak panah yang mengarah kepada Nabi , Abu Tholhah Radhiallahu ‘anhu berkata: “Demi bapak dan ibuku yang menjadi tebusannya, janganlah engkau menampakkan diri, sehingga panah mengenaimu. Leherku melindungimu ya Rasulullah.” (HR. Bukhori: 4064)
Qois bin Abi Hazim Radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku melihat tangan Tholhah lumpuh pada perang Uhud karena melindungi Nabi .” (HR. Bukhori: 4064)
2)Contoh selanjutnya, alangkah indahnya apa yang diucapkan oleh Anas bin Nazhr Radhiallahu ‘anhu pada perang Uhud tatkala kaum muslimin porak-poranda dan berlarian, dia berkata: “Ya Allah aku berudzur kepadamu dari perbuatan mereka-yaitu para sahabat Radhiallahu ‘anhu-dan aku berlepas diri kepadamu dari perbuatan kaum musyrikin.” Kemudian dia maju ke medan perang dan bertemu dengan Sa’ad bin Mu’adz Radhiallahu ‘anhu seraya berkata: “Wahai Sa’ad bin Muadz aku mencium bau surga dari balik gunung Uhud ini.” Kemudian Anas bin Nazhr Radhiallahu ‘anhu maju ke kancah peperangan dengan gagah berani melawan kaum musyrikin hingga terbunuh. Sa’ad bin Muadz berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak bisa berbuat seperti dirinya.” Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu berkata: “Kami mendapatinya telah terbunuh dengan 80 sabetan pedang, tikaman tombak dan hujaman anak panah.” Orang-orang musyrikin telah mencabaik-cabik tubuhnya, hingga tidak ada seorang pun yang bisa mengenalinya kecuali saudara perempuannya (yang bernama ar-Rubayyi’) mengetahui dari jari-jemarinya. (HR. Bukhori: 2805)
7.Membela Hadits dan Sunnah Nabi
Termasuk membela sunnah Nabi adalah dengan menjaga dan membersihkan dari kedustaan orang yang berbuat batil, penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, dan takwil orang-orang yang bodoh.
Bentuk lain dari membela sunnah Nabi adalah membantah kerancuan orang-orang yang melecehkan sunnah beliau . Seperti orang yang mencela masalah hijab, jenggot, isbal, dan lain-lain. Ketahuilah wahai saudaraku, mencela dan melecehkan sunnah Nabi termasuk perbuatan kufur, pelakunya terancam keluar dari Islam! Camkan baik-baik ayat berikut ini:
Artinya : “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan) tentulah mereka akan menjawab, sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah, apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu sungguh kafir sesudah beriman. (QS. at-Taubah 65-66)
Muhammad bin Murtadho al Yamani berkata: “Orang yang menjaga dan membela sunnah Nabi bagaikan seorang mujahid fi sabilillah, hendaklah dia mempersiapkan untuk jihad semampunya, berupa peralatan, bekal, dan kekuatan, sebagaimana Allah berfirman: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (QS. al-Anfal (8): 60)
Demikian pula telah shohih bahwa Malaikat Jibril bersama Hasan bin Tsabit ketika membela Rasulullah dengan bait-bait syairnya. Demikian pula orang-orang yang membela agama dan sunnahnya sepeninggal beliau karena keimanan, kecintaan dan pembelaan terhadap beliau.” (Itsarul Haq ‘Ala al-Khalq hal. 20, lihat Mahabbatun Nabi wa Ta’zhimuh hal. 80)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin Radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Tidak pantas bagi setiap orang mu’min yang mendengar orang menyerang syari’at Nabi atau kepribadian beliau kemudian dia diam akan hal itu padahal mampu untuk memberi pembelaan.” (Huquq Da’at Illah al-Fithroh hal. 10)
8.Menyebarkan Sunnah Beliau
Termasuk kesempurnaan cinta kita kepada nabi adalah semangat untuk menyebarkan sunnah dan menyampaikannya kepada kaum muslimin. Betapa banyak hadits-hadits yang menganjurkan untuk menyebarkan sunnah Nabi . Rasulullah bersabda:
Artinya : “Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Bukhori: 3461)
Bahkan Allah akan mencerahkan wajah seseorang yang menyampaikan hadits beliau , Rasulullah sabda:
Artinya : “Sesungguhnya Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar sebuah hadits dariku lalu dia menyampaikannya sebagaimana yang dia dengar.” (Hadits Mutawatir)
Menyebarkan sunnah Nabi termasuk pintu terbesar dalam menunjukkan kecintaan dan pengagungan kita terhadap Nabi . Termasuk dalam tuntutan ini juga semangat untuk membasmi lawan dari sunnah yaitu bid’ah dan kesesatan yang menyelisihi petunjuk Nabi . Oleh karena itu, tidaklah kita dapati orang yang getol berbuat bid’ah senang dalam menyebarkan sunnah Nabi ! Bahkan dia berusaha menutu-nutupi sunnah Nabi agar tidak sampai kepada umat.
Semoga Allah merohmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata: “Sudah dimaklumi bahwasanya tidaklah engkau dapati seseorang yang menolak nash-nash dari Kitab dan Sunnah dengan perkataannya kecuali dia membenci apa yang berseberangan dengan perkataannya, dia senang bahwa ayat itu seakan-akan tidak turun, hadits itu tidak turun, bahkan kalau mungkin hadits itu dibuang dari hatinya. Oleh karena itu, engkau dapati seseorang dari mereka tidak senang menyampaikan nash-nash Nabawi, bahkan mungkin dia memilih untuk menyembunyikan dan melarang untuk disampaikan, berbeda dengan apa yang Allah dan rasul-Nya perintahkan agar perkara itu disampaikan.” (Minhajus Sunnah antara lain-Nabawiyyah 5/217-218)
9.Tidak Mendahulukan Perkataan Siapapun di Atas Perkataan Nabi
Ini juga termasuk adab yang sering kita lupakan. Apabila sudah jelas bahwa ini adalah keputusan dan hukum dari Nabi , maka tidak boleh ditentang dengan perkataan siapapun. Tidak boleh kita menentang hadits Nabi dengan perkataan seorang kyai, ustadz, tuan guru, imam ini dan itu, semua ini termasuk perbuatan lancang kepada beliau.
Sahabat Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘anhu pernah mengatakan” Hampir-hampir batu turun dari langit menghujani kalian, aku katakan Rasulullah bersabda demikian, kalian malah berkata Abu Bakar dan Umar berkata demikian.” (HR. Ahmad: 3121)
Dikisahkan bahwasanya Imam al-Humaidi Radhiallahu ‘anhu sedang berada di sisi Imam Syafi’i Radhiallahu ‘anhu kemudian datang seseorang bertanya kepada Imam Syafi’i Radhiallahu ‘anhu tentang sebuah permasalahan. Imam Syafi’i Radhiallahu ‘anhu menjawab: “Rasulullah memutuskan begini dan begini.” Orang itu malah balik bertanya: “Bagaimana dengan pendapatmu?” Imam Syafi’i Radhiallahu ‘anhu pun menegurnya dengan berkata: “Subhanallah! Apakah engkau melihatku sedang berada di gereja dan pura? Aku katakan Rasulullah memutuskan demikian malah engkau bertanya: Apa pendapatmu!?” (Siyar A’lam Nubala 10/34)
Di tempat yang lain Imam Syafi’i Radhiallahu ‘anhu telah menukil ijma’ para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang setelahnya, bahwa orang yang telah jelas baginya sunnah Nabi , tidak boleh untuk meninggalkannya berdasarkan perkataan siapapun. (Lihat ar-Risalah at-Tabukiyyah hal. 40)
Imam Ibnul Qoyyim Radhiallahu ‘anhu berkata: “Inti adab kepada Nabi adalah berserah diri dengan sempurna, melaksanakan perintah dan menerima kabarnya dengan sepenuh hati, tanpa mempertentangkan dengan khayalan yang batil yang dikira masuk akal,atau dengan syubhat dan keraguan, atau mendahulukan pendapat orang lain atau dengan kerancuan akal mereka.”
Aduhai kiranya orang-orang yang mendahulukan perkataan kyai dan ustadz mereka, tidaklah mereka merenungi kisah di atas!? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat sebuah pelajaran bagi orang yang masih punya hati.
10.Meninggalkan Bid’ah
Bid’ah termasuk perkara yang jelek dalam agama. seseorang yang membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak ada contohnya, sama saja dia menuduh Nabi telah mengkhianati risalah dan tidak menyampaikan seluruhnya.
Imam Malik Radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Barangsiapa yang melakukan bid’ah dalam Islam dan menganggapnya baik, maka sungguh dia telah menuduh Muhammad mengkhianati risalah, karena Allah berfirman (yang atinya): Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agama bagimu. (QS. al-Ma’idah (5): 3)
Termasuk tipu daya setan, sebagian orang bodoh dan pengekor hawa nafsu menyangkabahwa perbuatan bid’ah mereka di dalam sunnah Nabi termasuk kesempurnaan cinta kepada beliau . Ini adalah sebuah kebodohan yang nyata, cinta Nabi berkonsekuensi untuk menerima orang yang dicintai, mengikuti sunnahnya dan berjalan di atas perintah dan larangan Nabi , bukan dengan berbuat bid’ah dalam agama!!
Imam Ibnul Qoyyim Radhiallahu ‘anhu berkata: “Demikian pula tidaklah engkau dapati orang yang berbuat bid’ah kecuali dia telah merendahkan hak Nabi sekalipun orang itu mengaku telah mengagungkan Nabi dengan bid’ahnya, karena dia menyangkau perbuatan bid’ahnya lebih baik dari sunnah atau bahkan bid’ahnya itu dia anggap sunnah apabila memang yang melakukannya adalah orang jahil dan taklid buta. Akan tetapi, apabila yang melakukannya orang yang berilmu dan paham akan bid’ahnya, maka dia termasuk orang yang mendurhakai Allah dan rasul.” (Ighotsatul Lahfan I/130-takhrij al-Albani-)
11.Jangan Berbuat Ghuluw
Sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa Rasulullah adalah seorang menusia biasa yang telah Allah muliakan dengan risalah. Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian yang diwahyukan kepadaku bahwa Ilah kamu adalah Ilah Yang Esa....” (QS. al-Kahfi (18): 110)
Maka tidak boleh kita meminta sesuatu kepada beliau perkara-perkara yang menjadi kekhusunan Allah, semisal bedo’a agar diluaskan rezeki, dipanjangkan umur, atau meminta kesembuhan, dan lain-lain dari permintaan yang sebenarnya hanya pantas ditujukan kepada Allah saja. Ketahuilah wahai hamba yang beriman, nabi kita tidak senang apabila dirinya dilebih-lebihkan melebihi derajat yang semestinya,bahkan beliau memberi peringatan yang keras, sabda beliau:
Artinya: “Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana orang Nasrani telah berlebih-lebihan terhadap Isa bin Maryam, akan tetapi katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya..” (HR. Bukhori: 3445)
Inilah yang disebut dengan ghuluw, berlebihan terhadap sesuatu. Sederhanalah dalam beragama, ikutilah petunjuk beliau, karena ghuluw tidaklah mendatangkan kecuali kebinasaan. Rasulullah bersabda:
Artinya : “Waspadalah kalian dalam berbuat ghuluw di dalam agama, hanyalah orang yang sebelum kalian binasa karena berbuat ghuluw dalam agama.” (QS. Ahmad 1/215, Nasa’i 5/268, Ibnu Majah: 3064, Hakim 1/466, lihat ash-Shohihah: 1283)
Termasuk bentuk ghuluw kepada Nabi juga yaitu tawassul yang tidak syar’i, berdo’a di sisi kuburnya, ngalap berkah dengan kuburannya, sholawat bid’ah yang mengandung kesyirikan, dan lain-lain. Wallahul Musta’an.
12.Bersholawat Untuk Nabi
Adab yang terakhir, hendaklah kita sering bersholawat kepada beliau , berdasarkan perintah Allah dalam firman-Nya:
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah dalam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahdzab (33): 56)
Abu Aliyah Radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Allah bersholawat maksudnya adalah pujian Allah kepadanya di sisi malaikat. Adapun sholawat malaikat kepadanya maksudnya adalah do’a untuknya.” (HR. Mukhori secara mu’allaq. Lihat Fathul Bari 8/676, tafsir Ibnu Katsir 6/457)
Terlebih lagi apabila nama se;iau disebut, maka hendaklah kita bersholawat untuk beliau, Rasulullah bersabda:
Artinya : “Orang yang bakhil adalah orang yang ketika disebut namaku dia tidak bersholawat kepadaku.” (HR. Tirmidzi: 3546, Ahmad I/201. Syaikh al-Albanu menshohihkannya dalam al-Misykah: 933)
Akan tetapi, perlu kita perhatikan bersama bahwa bersholawat kepada beliau adalah dengan cara yang syar’i yaitu bersandarkan hadits-haditsnya yang shohih, bukan dengan sholawat-sholawat yang dibuat-buat yang tidak jelas asalnya sebagaimana beredar dewasa ini!! Bahkan sholawat-sholawat buatan ini jika kita lihat maknanya banyak yang mengandung kesyirikan!! Wallohul Musta’an.
Demikianlah pembahasan kali ini. Kita memohon kepada Allah ketetapan hati agar tetap tegar berada di atas sunnah Rasulullah . Dan kita berlindung dari segala kesesatan dan penyimpangan. Amin. Allahu A’lam.(Diambil dari majalah AL-FURQON)